DATA Pendidikan Bersama

DATA (DeAjeng Tuti Alawiyah) Pendidikan Bersama adalah blog yang sederhana, tapi Insyallah bermanfaat untuk kita semua ☺

Biografi Pahlawan Indonesia

By 22.06

Sang Sastrawan Pahlawan Bangsa

“Abdoel Moeis”


Abdoel Moeis lahir tanggal 3 Juni 1883 di Bukittinggi, Sumatera Barat. Beliau adalah putra dari Datuk Tumenggung Lareh, Sungai Puar. Layaknya orang-orang Minangkabau lainnya, sejak remaja Aboel Moeis merantau ke Pulau Jawa hingga tutup usia di Bandung pada tanggal 17 Juni 1959dalam usia 76 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung. Ia wafat meninggalkan dua orang istri dan 13 orang anak.
            Abdoel Moeis hanyalah lulusan Sekolah Eropa Rendah (Eur Lagere School: ELS). Ia sempat menempuh pendidikan di Stovia pada tahun 1900-1902. Namun, karena sakit yang dideritanya, ia terpaksa keluar dari sekolah kedokteran tersebut. Tahun 1917 ia sempat melawat ke negeri Belanda untuk Belajar.
            Meski hanya mengantongi ijazah ujian amtenar kecil dan ELS, Abdoel Moeis mampu berbahasa Belanda dengan sangat baik. Bahkan, menurut orang Belanda, kemampuan Abdoel Moeis dalam berbahasa Belanda melebihi rata-rata orang Belanda sendiri. Oleh sebab itu, begitu keluar dari Stovia, ia diangkat oleh Mr. Abendanon, Directeur Onderwzjs (Direktur Pendidikan) pada Departement van Onderwijs en Eredienst yang kebetulan membawahi Stovia, menjadi kierk. Padahal, waktu itu belum ada orang pribumi yang diangkat sebagai kierk. Konon, Abdoel Moeis merupakan orang Indonesia pertama yang menjadi kierk.
            Namun, pengankatan Abdoel Moeis menjadi kierk ternyata tidak disukai oleh pegawai-pegawai Belanda lainnya. Sikap pegawai-pegawai itu membuat Abdoel Moeis tidak betah. Ia pun keluar dari departemen itu pada tahun 1905.
            Sekeluarnya dari Departement  van Onderwijs en Eredienst, Abdoel Moeis menjadi anggota dewan redaksi majalah Bintang Hindia, sebuah majalah yang banyak memuat berita politik, di Bandung. Tahun 1907 Bintang Hindia dilarang terbit, Aboel Moeis pun berpindah kerja ke Bandungsche Afdeelingsbank sebagai menteri lumbung. Karena perseteruan dengan controleur pada tahun 1912 ia diberhentikan dengan hormat. Ia pun kembali menekuni dunia jurnalistik, bekerja sebagai korektor di De Prianger Bode, sebuah surat kabar harian Belanda yang terbit di Bandung. Kemampuan berbahasa Belanda yang baik membuatnya diangkat sebagai hoofdcorrector (korektor kepala) hanya dalam tempo tiga bulan. Namun, tahun 1913 ia keluar dari harianmilik Belanda itu.
Dunia politik menjadi persinggahan berikutnya. Ia bergabung dengan Sarekat Islam (SI), dan dipercaya untuk memimpin Kaum Muda, salah satu surat kabar milik SI yang terbit di Bandung, bersama A.H. Wigyadisastra. Pada tahun itu pula, atas inisiatif dari Dr. Cipto Mangunkusumo, Abdoel Moeis bersama Wigyadisastra dan Suwardi Suryaningrat membentuk Komite Bumi Putra. Tujuan pendirian komite tersebut sebagai bentuk perlawanan terhadap Belanda yang ingin mengadakan perayaan 100 tahun kemerdekaannya secara besar-besaran. Selain itu juga untuk mendesak ratu Belanda agar memberikan kebebasan bagi bangsa Indonesia dalam berpolitik dan bernegara.
Bersama H.O.S. Cokrominoto, Abdoel Moeis terus memimpin SI sapa zaman pergerakan. Tahun 1917 ia menjadi utusan SI ke Belanda untuk mempropagandakan Comite Indie Weerbaar. Tahun 1918, sekembalinya dari negeri Belanda, Abdoel Moeis terpaksa pindah kerja ke harian  Neraca karena Kaum Muda telah diambil alih oleh Politiek Economische Bond, sebuah gerakan politik Belanda di Bawah pimpinan Residen Engelenberg. Pada tahun yang sama, Abdoel Moeis menjadi anggota dewan Volksraad (Dewan Rakyat Jajahan).
Perjuangan Abdoel Moeis tidak berhenti hanya sampai di situ. Bersama dengan tokoh-tokoh lainnya, ia terus berjuang menentang penjajahan Belanda. Ia memimpin anak buahnya yang tergabung dalam PPPB (Perkumpulan Pengawal Pegadaian Bumiputra) mengadakan pemogokan di Yogyakarta tahun 1922. Setahun kemudian ia memimpin gerakan memprotes aturan landrentestelsel (Undang-Undang Pengawasan Tanah) yang diberlakukan Belanda di Sumatera Barat. Protes tersebut menuai hasil. Undang-Undang itu pun urung diberlakukan. Selain itu ia juga memimpin harian Utusan Melayu dan Perobahan. Melalui kedua surat kabar itu, Abdoel Moeis terus melancarkan perjuangannya.
Perintah Belanda menganggap tindakan Abdoel Moeis mengganggu ketentraman. Akibatnya, ia tak diperkenankan meninggalkan Pulau Jawa. Ia kemudian mendirikan harian Kaum Kita di Bandung, dan Mimbar Rakyat di Garut. Sayang keduanya tidak berumur panjang.
Tahun 1926, Abdoel Moeis dicalonkan oleh SI menjadi anggota Regentschapsraad Garut. Enam tahun kemudian (1932) ia diangkat menjadi Regentschapsraad Gontroleur. Jabatan itu diembannya hingga Jepang masuk ke Indonesia (1942).
Masa pendudukan Jepang, penyakit darah tinggi menghantui hari-harinya. Ia masih tetap berkarya. Pemerintah Jepang mengangkatnya sebagai pegawai sociale zaken ‘hal-hal kemasyarakatan’. Menjelang kemerdekaan, tahun 1944, Abdoel Moeis memutuskan untuk berhenti bekerja karena ketuaannya. Namun anehnya, selepas proklamasi, ia kembali bergabung dalam Majelis Persatuan Perjuangan Priangan. Bahkan sempat pula diminta menjadi anggota DPA.
Bakat kepengarangannya sesungguhnya baru terlihat ketika dia bekerja sebagai jurnalis di harian Kaum Muda. Dengan menggunakan inisial A.M. ia menulis apa saja. Salah satu diantaranya roman sejarah Surapati. Sebelum diterbitkan sebagai cerita bersambung di harian Kaum Muda.
Sebagai penghormatan atas jasa-jasanya, dengan SK presiden RI No. 218/1959, pemerintah menganugerahkan gelar pahlawan pergerakan nasoinal untuk Abdoel Moeis.
Selain novel klasik Salah Asuhan (1928), roman sejarah Surapati, beberapa buku karyanya yang lain, baik karya asli atau pun terjemahan, antara lain:
1.      Tom Sawyer Anak Amerika [terjemahan dari karya Mark Twain, Amerika], Jakarta, Balai Pustaka, 1928.
2.      sebatang Kara [terjemahan dari karya Hector Malot, Perancis], Jakarta, Balai Pustaka, 1949.
3.      Hikayat Bachtiar [saduran cerita lama], Bandung, Kolff,1950.
4.      Hendak Berbalai, Bandung, Kolff, 1951.
5.      Kita dan Demokrasi, Bandung, Kolff, 1951.
6.      Robert Anak Surapati, Jakarta, Balai Pustaka, 1953.
7.      Hikayat Mordechai: Pemimpin Yahudi, Bandung, Kolff, 1956.
8.      Kurnia, Bandung, Masa Baru, 1958.
9.      Pertemuan Djodoh, Jakarta, Balai Pustaka, 1961.
10.  Surapati, Jakarta, Balai Pustaka, 1965.
11.  Cut Nyak Dien: Riwayat Hidup Seorang Putri Aceh [terjemah dan karya Lulofs, M.H. Szekely], Jakarta, Chailan Sjamsoe,t.t.
12.  Don Kisot, Jakarta, Balai Pustaka [terjemah dari karya Cervantes, Spanyol].
13.  Pangeran Kornel [terjemah dari karya Memed Sastrahadiprawira, Sunda].
14.  Daman Brandal Sekolah Gudang, Jakarta, Noordhoff, t.t, dan lai-lain.

Sumber :
  1. SalahAsuhan/olehMoeis,Abdoel.—Jakarta:BalaiPustaka,1928—Cet.ke:3,Ed—
  2. Surapati/oleh,Abdoel.—Jakarta:BalaiPustaka,2001—Cet.ke:1,Ed.1

You Might Also Like

0 komentar